Posted by: yudomahendro | February 2, 2011

H.O.S Tjokroaminoto-Tan Malaka: Sosialis Pendukung Pan Islamisme

Dalam perspektif ini, pemikiran politik Tjokroaminoto ditinjau oleh berbagai gerakan kemerdekaan lainnya yang cenderung mencari jalan perjuangan di luar Islam, khususnya komunisme. Hal ini menjadi menarik, karena sebagai paham yang relatif baru, komunisme ternyata mendapatkan respon yang cukup baik di golongan bumiputra. Keberpihakannya terhadap rakyat kecil dan juga perlawanan terhadap pemerintahan kolonial dua hal inilah yang menarik kaum bumiputra untuk jatuh hati berpihak kepada golongan ini. Sehingga secara politis terjadi tarik-menarik pengaruh terutama lewat perdebatan-perdebatan terbuka diantara mereka.

Tjokroaminoto sebagai bapak pergerakan nasional, ternyata harus berhadapan dengan para anak-anak asuhnya yang lebih memilih menjadi kaum nasionalis dan juga komunis. Sebagaimana dibahas sebelumnya, para ‘pentolan’ dua golongan ini adalah anak-anak muda yang menumpang tinggal di rumah  Tjokroaminoto. Tentunya dalam rangka kontestasi menawarkan pemikiran mereka kepada masyarakat luas, Tjokroaminoto pun harus beradu argumentasi dengan mereka untuk tetap menjaga ‘rel perjuangan’ tetap kepada cita-cita bangsa merdeka yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.  Respon mereka secara umum menolak determinisme Islam sebagai dasar perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Gerakan komunisme sesungguhnya lahir ke bumi nusantara dari rahim Sarekat Islam. Walaupun perdebatan utama antara golongan Islam dan komunis berkutat dalam anggapan bahwa  kaum komunis tidak bertuhan. Sehingga kaum komunis mencoba merespon itu dengan menyerang Tjokroaminoto dan SI-nya sebagai alat pemerintah yang mendukung kolonialisme dan juga kapitalisme.

Dalam hal pemikiran politik Pan Islamisme yang diusung Tjokroaminoto sesunguhnya memiliki kesamaan dengan komunisme. Titik temu kedua paham ini adalah persatuan bangsa dengan bangsa lain yang memiliki kesamaan ideologi. Paham internasionalisme komunis ternyata lebih organis, karena sidang-sidang internasionale mampu mempertemukan seluruh partai komunis di seluruh dunia  dan merumuskan strategi perluasan paham ini. Sedangkan Pan Islamisme belum mampu membangun komunikasi yang efektif antar kelompok-kelompok yang mengusung pemikiran yang sama.

Menarik untuk dibahas adalah keberpihakan Tan Malaka terhadap gerakan Pan Islamisme. Tan Malaka menganggap adanya kesalahpahaman sebagian besar kaum komunis dalam memaknai Pan Islamisme. Ia menjelaskan bahwa Pan Islamisme memiliki potensi yang besar untuk menghancurkan kapitalisme dunia. Karena ia telah menginspirasi persatuan umat Islam sedunia untuk melawan penjajahan di Hindia Belanda.[1] Jadi Tan Malaka sesungguhnya mendukung pemikiran Pan Islamisme Tjokroaminoto yang telah memberikan tafsir yang berbeda tantang Pan Islamisme terdahulu yang hanya mendukung imperalisme orang Arab. Berikut ini adalah pidato Tan Malaka dalam Internasionale tahun 1922:

“Pan-Islamisme adalah sebuah sejarah yang panjang. Pertama saya akan berbicara tentang pengalaman kita di Hindia Belanda dimana kita telah bekerja sama dengan kaum Islamis. Di Jawa kita memiliki sebuah organisasi yang sangat besar dengan banyak petani yang sangat miskin, yaitu Sarekat Islam. Antara tahun 1912 dan 1916 organisasi ini memiliki sejuta anggota, mungkin sebanyak tiga atau empat juta. Itu adalah sebuah gerakan popular yang sangat besar, yang timbul secara spontan dan sangat revolusioner.

Hingga tahun 1921 kita berkolaborasi dengan mereka. Partai kita, terdiri dari 13,000 anggota, masuk ke pergerakan popular ini dan melakukan propaganda di dalamnya. Pada tahun 1921 kita berhasil membuat Sarekat Islam mengadopsi program kita. Sarekat Islam juga melakukan agitasii pedesaan mengenai kontrol pabrik-pabrik dan slogan: Semua kekuasaan untuk kaum tani miskin, Semua kekuasaan untuk kaum proletar! Dengan demikian Sarekat Islam melakukan propaganda yang sama seperti Partai Komunis kita, hanya saja terkadang menggunakan nama yang berbeda.

Namun pada tahun 1921 sebuah perpecahan timbul karena kritik yang ceroboh terhadap kepemimpinan Sarekat Islam. Pemerintah melalui agen-agennya di Sarekat Islam mengeksploitasi perpecahan ini, dan juga mengeksploitasi keputusan Kongres Komunis Internasional Kedua: Perjuangan melawan Pan-Islamisme! Apa kata mereka kepada para petani jelata? Mereka bilang: Lihatlah, Komunis tidak hanya menginginkan perpecahan, mereka ingin menghancurkan agamamu! Itu terlalu berlebihan bagi seorang petani muslim. Sang petani berpikir: aku telah kehilangan segalanya di dunia ini, haruskah aku kehilangan surgaku juga? Tidak akan! Ini adalah cara seorang Muslim jelata berpikir. Para propagandis dari agen-agen pemerintah telah berhasil mengeksploitasi ini dengan sangat baik. Jadi kita pecah.”[2]

Pun dari pidato Tan Malaka tersebut sesungguhnya menyesalkan sikap para pemuka PKI yang cendrung menyerang Tjokroaminoto secara personal yang pada akhirnya menyebabkan dilakukannya disiplin partai pada tahun 1921. Karena dalam kerangka berfikir Tan Malaka, seharusnya gerakan Tjokroaminoto didukung bukan malah dimusuhi. Dalam artian ini Tan Malaka malah mengkritik rekan-rekan komunisnya yang dianggapnya bertindak gegabah dalam memaknai gerakan Pan Islamismenya Tjokroaminoto. Apalagi dalam kurun waktu tersebut SI dan Tjokroaminoto pun telah mengadopsi nilai-nilai komunisme dalam perjuangan pembebasan rakyat jelata. Atas pemahaman inilah akhirnya keputusan Internasionale III yang menentang “Pan Islamisme dan kecendrungan-kecendrungan serupa” dicabut.[3]

Menurut Anhar Gonggong[4], Tan Malaka adalah tokoh yang dekat dengan Tjokroaminoto. Tan Malaka memiliki keyakinan yang sama bahwa Islam adalah potensi besar untuk membawa kaum bumiputra menuju kemerdekaan. Hal ini terbukti dengan pembentukan SI “merah” oleh Tan Malaka, karena ia tidak ingin Islam dipertentangkan dengan komunisme. Karena pemikirannya ini, dan juga ketidaksepahamannya untuk melakukan revolusi PKI tahun 1926 menyebabkannya harus didepak dari PKI.

Di sisi lain, Semaoen juga mengkritisi kekakuan azas Islam SI. Menurutnya, SI berpeluang untuk menjadi gerakan rakyat yang tidak membedakan muslim antau non muslim.[5] Respon ini adalah kekhawatiran Semaoen terhadap gerakan SI yang semakin menunjukan keberpihakannya terhadap gerakan Pan Islamisme yang ingin memberikan persatuan dan perlawanan hanya untuk orang Islam saja. Bahkan lebih ekstim ia mengatakan “Kami bersikap netral terhadap Agama”.[6] Sebagai tokoh komunis tentunya Semaoen berpandangan dalam rangka perjuangan melawan pemerintah tidak perlu menonjolkan perbedaan agama, karena yang lebih penting adalah persatuan kaum proletar dalam melawan kapitalisme Belanda. Lebih jauh Somaoen pun berkeinginan untuk merubah haluan SI menjadi partai yang untuk rakyat secara umum.[7]


[1] Lihat pidato Tan Malaka dalam kongres Internasionale tahun 1922 dalam http://www.marxists.org/indonesia/archive/malaka/1922-PanIslamisme.htm,

[2] Ibid.,

[3] Bernad Dahm, 1987,  Seokarno dan Perjuangan Kemerdekaan,  Jakarta: LP3ES. Hal 88

[4] Hasil bincang-bincang kecil dengan Pak Anhar Gonggong di kediamannya pada pagi hari tanggal 2 februari 2011

[5] Noer, Op.cit., hal 140

[6] Bernad Dahm, 1987,  Op.cit., Hal 89

[7] Noer, Op.cit.,


Leave a comment

Categories