Posted by: yudomahendro | November 28, 2012

Iwan Fals: Kritik Sosial Lewat Lagu

Musik merupakan salah satu bidang seni yang menjadi hiburan populer di hampir semua masyarakat. Perkembangannya pun sudah mulai ada sejak peradaban yang sangat sederhana yang biasanya dikaitkan dengan ritus keagamaan. Studi awal Durkheim tentang sosiologi agama misalnya menjelaskan penyembahan (worship) kepada totem atau benda yang dianggap sakral kerap diekspresikan secara kolektif.[1] Ekspresi kolektif itulah yang ditengarai diungkapkan dengan kidung serta bebunyian yang menambah suasana sakral atas penyembahan yang dilakukan. Barulah kemudian, musik digunakan sebagai saran hiburan rakyat yang biasanya dikaitkan dengan berbagai tarian-tarian yang diselenggarakan bersama-sama pada suatu komunitas.

Pada tahap selanjutnya dengan munculnya media komunikasi audio dan audio-visual, semakin meningkatkan popularitas musik dikalangan masyarakat. Mulai dari radio, televisi, serta kini internet berperan besar terhadap penyebarluasan musik lintas budaya. Hal ini direkam oleh McNair (1998:34) yang mengatakan bahwa jurnalisme, terutama dalam hal ini televisi, memiliki pengaruh yang cukup jelas terhadap kognisi masyarakat.[2]  Dengan kata lain, media massa begitu berpengaruh terhadap generalisasi persepsi di masyarakat. Dalam hal musik pun demikian, lagu-lagu yang dimainkan melalui media massa akan lebih dikenal dan dihapal oleh masyarakat, walaupun itu berasal dari budaya yang berbeda sama sekali.

Media massa kemudian menjelma menjadi wahana promosi atas barang dan jasa bagi kapitalis yang cukup efektif. Bahkan bukan sampai di situ saja, kapitalisme juga membuat musik menjadi salah satu ‘jualan’ yang menjanjikan, maka munculah istilah ‘industri musik’. Industri musik, memberikan suguhan musik kepada masyarakat dengan mengandalkan keuntungan dari penjualan kaset, CD, dan juga royalti. Dengan demikian, para produser berfikir keras untuk memproduksi sebanyak-banyaknya lagu yang dapat diterima oleh khalayak ramai demi mendapatkan keuntungan yang besar. Pengaruh industri musik juga berdampak besar terhadap perkembangan mode pakaian dan juga gaya hidup terutama pada generasi muda. Fenomena ini secara sosiologis disebut ‘budaya popular’ atau disingkat ‘budaya pop’.

Budaya pop hampir dapat dipastikan merepresentasikan perkembangan industri hiburan di Amerika Serikat serta Eropa Barat. Hal ini dipahami karena di negeri-negeri Baratlah industri musik berkembang pertama kali. Sehingga, para pelaku seni di banyak tempat di seluruh dunia secara genre mengikuti perkembangan di tempat itu sebagai kiblatnya. Olehkarenanya, fenomena musik tanah air pun lekat dengan perkembangan yang mengglobal itu baik dari sudut aliran musik, gaya, serta tema-temanya.

Namun, ditengah perkambangan budaya pop itu munculah individu atau kelompok yang mencoba menggunakan musik sebagai pengungkap realita dan juga kritik sosial yang sedang terjadi di masyarakat. Salah satunya adalah Iwan Fals. Musisi asal Bandung yang merintis karir di musik dari mulai ngamen dan festival ke festifal ini, dikenal sebagai salah satu maestro dalam urusan lagu-lagu yang bernuansa kritik sosial. Dalam konteks pemerintahan era Orde Baru, sungguhlah luar biasa adanya musisi yang berani mempopulerkan lagu-lagu bernuansa kritik. Hal ini pun harus dibayar oleh Iwan Fals dengan pelarangan tampil, intrograsi, penangkapan, sampai pembredelan lagu-lagunya. Berikut ini daftar lagu-lagu Iwan yang bernuansa kritik dari mulai album awalnya di industri musik.

Kekhasan Iwan Fals ini tenyata mendapatkan respon yang cukup baik dikalangan remaja. Lagu-lagunya sampai kini masih menjadi lagu favorit baik di gang-gang sempit atau pun di pentas musik nasional. Tentunya, lirik-lirik dari lagu-lagu tersebut pun hinggap pada memori penggemarnya. Sehingga sebagian pencinta lagu-lagu Iwan Fals serta penggemarnya merasa perlu membentuk organisasi OI (Orang Indonesia) pada tahun 1999 sebagai wadah fans Iwan Fals.

Iwan Fals telah melahirkan 37 album muai dari tahun 1979 sampai yang terbaru tahun 2010. Pada kalangan anak muda, lagu-lagu Iwan Fals tersebut telah membentuk kesadaran bersama (collective conciousness) untuk mengkritisi pemerintah, atau bahkan melawannya. Pada konteks ini memang tidak semua penikmat lagu Iwan Fals memahami maksud dari lirik lagu tersebut, walaupun secara eksplisit banyak kata-kata yang jelas merujuk kepada institusi negara, atau pemerintah.

Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa banyak lagu Iwan Fals banyak yang menggunakan tema kritik sosial dan pemerintah. Dari penelitian sebelumnya, Abdul Kholoek (2009) menjelaskan ada beberapa tema kritik dari lagu Iwan Fals, yaitu kritik terhadap menyempitnya lapangan kerja, kritik terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat, kritik terhadap pembangunan yang merusak lingkungan,  kritik terhadap kesenjangan dan ketidakadilan nagara, kritik terhadap ketidakadilan, kritik terhadap budaya korupsi dalam birokrasi patronase, kritik terhadap anggota dewan yang tidak memperjuangkan hak-hak rakyat, kritik terhadap pembangunan yang tidak adil, dan kritik terhadap pemerintah yang otoriter. Di sisi lain, Irawan (2010) membagi lagu Iwan Fals menjadi beberapa tema, diantaranya; kritik terhadap perang, kritik terhadap diskriminasi pelayanan publik, kritik terhadap menyempitnya lapangan kerja, kritik terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat, kritik pembangunan yang merusak lingkungan, kritik terhadap ketidakadilan, kritik atas kesenjangan sosial yang tajam, serta kritik terhadap industrialisasi di bidang pertanian. Namun dalam penelitian ini, tema-tema tersebut disederhanakan menjadi lima; kritik atas penyimpangan sosial, kritik atas pemerintahan yang otoriter dan korup, kritik terhadap pembangunan dan perubahan sosial, kritik terhadap ketidakadilan dan kemiskinan, serta kritik terhadap bencana alam dan kemanusiaan.

 Analisa Isi Lagu-lagu Iwan Fals

 

Membincangkan Iwan Fals di blantika musik Indonesia, tentunya sebagaian besar masyarakat mengingatnya dengan kritik sosial. lagu-lagunya sampai saat ini masih menjadi trend setter bagi para pemuda yang sangat jauh dengan saat lagu tersebut dirilis. Hal ini dipahami karena memang genre musik balada dan country yang menjadi aliran yang dimainkan oleh Iwan Fals hampir selalu tepat dalam menggambarkan kondisi politik, sosial, dan juga budaya. Apalagi di era demokratisasi pasca reformasi ini ternyata tidak lagi muncul kepermukaan musisi-musisi yang konsisten menekuni musik sebagai ajang mendeskripsikan sekaligus mengritik kondisi sosial dan politik yang terjadi.

Lagu dilihat sebagai karya seni yang mampu menjadi representasi perasaan si pengarang dalam melihat konteks sosial yang dihadapi. Menurut Mennheim setiap orang memiliki karakteristik yang khas antara yang satu dengan yang lainnya, karena setiap manusia diidentifikasi berdasarkan situasi sosial yang berbeda.[1] Oleh karenanya, konteks sosial (social determinant) memainkan peran yang utama dalam pembentukan pengetahuan seseorang. Sehingga, pemikiran seseorang sebagai pengetahuan subjektif dibentuk oleh sosial determinan yang melingkupi kehidupannya seperti; latar belakang keluarga dan pendidikan, kondisi sosial-politik, kondisi sosial-ekonomi, kondisi sosial-budaya, dan lain-lain.

Begitupun Iwan Fals, sebagai pencipta lagu dan sekaligus penyanyi memiliki dimensi subjektifitas dalam aktifitas seninya itu. Apalagi diketahui bahwa karya-karyanya tersebut akan dinikmati oleh khalayak ramai. Tentunya Iwan Fals, menimbang posisi strategis dari musik tersebut untuk menyebarkan ide-idenya yang dianggap penting. Dalam hal ini tentunya secara umum interst Iwan Fals untuk mengeritik ketidakadilan dan penguasa yang otoritatif tidak bisa diragukan lagi.

Dalam upaya mengetahui tema-tema kritik yang ada dalam lagu-lagu Iwan Fals dari tahun 1980 sampai 1980, dilakukan penghitungan manual dari beberapa albumnya. Tercatat ada  16 album yang dibuat oleh Iwan Fals dalam rentang waktu tersebut. Album-album itu ialah, Perjalanan (1980), 3 Bulan (1981), Sarjana Muda (1981), Opini (1982), Sumbang (1983), Barang Antik (1984), Sugali (1984), KPJ (1985), Aku Sayang Kamu (1985), Ethiopia (1986), Lancar (1987), Wakil Rakyat (1987), 1910 (1988), Antara Aku Kau dan bekas pacarmu (1988), Mata Dewa (1989), dan SWAMI (1989).

Dari sekian banyak album tersebut terdapat 148 lagu yang memiliki berbagai macam tema. Namun, dalam kepentingan penelitian ini diambil lagu-lagu yang berkaitan dengan tema kritik sosial dan pemerintah saja. Dari  hasil penelitian didapatkan 55 lagu yang dapat dijadikan sampel. Kemudian lagu-lagu tersebut dikoding ke dalam lima kelompok kode;  kritik atas penyimpangan sosial, kritik atas pemerintahan yang otoriter dan korup, kritik terhadap pembangunan dan perubahan sosial, kritik terhadap ketidakadilan dan kemiskinan, serta kritik terhadap bencana alam dan kemanusiaan. Berikut ini adalah data dari hasil penelitian yang menjelaskan presentasi tema dalam lagu-lagu Iwan Fals dari tahun 1980 sampai 1989.

Tabel 1

Tema Kritik Lagu Iwan Fals 1980-1989

Tema Frekuensi Persentase
Kritik terhadap ketidakadilan dan kemiskinan 18 32,8 %
kritik atas pemerintahan yang otoriter dan korup 13 23,6 %
kritik terhadap bencana alam dan kemanusiaan 7 12,7 %
Kritik terhadap pembangunan dan perubahan sosial 12 21,8 %
kritik atas penyimpangan sosial 5 9,1 %
Total 55 100 %

Sumber: Diolah dari data Penelitian

 

Dari tabel 1 di atas, diketahui tema yang sering muncul pada rentang waktu 1980 sampai 1989 adalah tema kritik terhadap ketidakadilan dan kemiskinan yaitu sebesar 32,8 %. Selanjutnya disusul oleh tema kritik atas pemerintahan yang otoriter dan korup 23,6 %, kemudian kritik terhadap pembangunan dan perubahan sosial 21,8 %, kritik terhadap bencana alam dan kemanusiaan 12,7 %, dan terakhir kritik atas penyimpangan sosial sebesar 9,1 %. Dengan demikian, dapat terlihat dominasi kognisi sosial dari Iwan Fals dalam merespons konteks sosial pada tahun 1980 sampai 1989 adalah masalah-masalah ketidakadilan dan kemiskinan.

Hal ini sangat menarik, dalam klaim-klaim pemerintahan orde baru yang ekonominya cukup stabil dan progresif, ternyata Iwan Fals memposisikan diri untuk melawan arus besar tersebut. Salah satu lagu yang mewakili tema ini adalah ‘sarjana muda’ yang diliris pada tahun 1981. Lagu tersebut menggambarkan sulitnya mencari kerja bagi para sarjana muda yang sudah menempuh jenjang pendidikan tinggi. “Engkau sarjana muda, resah mencari kerja, mengandalkan ijazahmu”, itulah salah satu bagian lirik yang cukup dikenang sampai kini. Lagu tersebut menggambarkan ironi janji modernitas yang menganggap masa depan diandalkan dengan pendidikan tinggi, namun faktanya pekerjaan bagi mereka yang berpendidikan tinggi saja sulit, apalagi bagi yang tidak berpendidikan.

Mengenai konteks tahun 1980-1989 merupakan era yang cukup stabil bagi rezim orde baru untuk menjalankan program-program ekonominya. Pada tahun awal rezim ini memegang tumpuk kekuasaan sudah menjalankan pembangunan ekonomi dengan landasan UU No. 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing, yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan dengan Nomor 12 Tahun 1970 yang semakin memassifkan penanaman modal dari luar negeri. Dengan demikian, jeles sesungguhnya proses awal pembangunan ekonomi yang mengandalkan modal luar negeri sudah dimulai dari tahun 1970-an, bahkan pada akhir 1960-an. Oleh karenanya kritik atas ketidakadilan ekonomi dan juga kemiskinan, sesungguhnya cukup mengusik rezim yang berkuasa. Sehingga wajar jika Iwan Fals sempat juga mengalami indimidasi, pembiokotan, serta pembredelan. Tapi itulah salah satu kehebatan Iwan Fals, ia tetap konsisten melancarkan kritik terhadap ketidakadilan sampai pada akhir tahun 1989. Lagu yang dibuatnya pada akhir tahun 1989 adalah ‘bunga trotoar’ yang menggambarkan kehidupan kota yang dipenuhi pedagang informal ditengah gedung-gedung tinggi.

Tema selanjutnya adalah kritik terhadap pemerintah yang otoriter dan korup. Tema ini merupakan tema kritik yang paling memerahkan telinga rezim orde baru. Dengan tiga belas lagu, atau sekitar 23, 6 % Iwan Fals mencoba mengritisi pemerintah pusat yang cukup represif terhadap rakyatnya. Selain itu, pemerintah juga dianggap sebagai kelas yang korup dan tidak sama sekali memikirkan kepentingan rakyat. Salah satu lagu yang cukup populer adalah lagu dengan judul “Tikus-tikus kantor” pada tahun 1986 yang menggambarkan korupsi yang sudah membudaya pada aparatus pemerintahan. Keras kepalanya si penyanyi jalanan diuji dengan tema-tema ini. Karena diketahui pada tahun-tahun itu, represi orde baru cukup kuat. Hal ini dibuktikan dengan beberapa peristiwa, mulai dari Tragedi Tanjung Priok, penerapan azas tunggal, Petrus, dan juga Peristiwa Lampung. Keberanian Iwan ini juga dapat dijelaskan besarnya dukungan kaum muda terhadapnya. Hal tersebut dibuktikan dengan besarnya animo anak-anak muda dalam menghadiri konser Iwan Fals.

Tema selanjutnya yang juga cukup besar jumlahnya adalah kritik terhadap pembangunan dan juga perubahan sosial. Keteraturan, kenyamanan, kedamaian, kehijauan, serta kebijaksanaan lokal yang merupakan karakteristik masyarakat Indonesia pada umumnya, serta masyarakat pedesaan pada khususnya, mulai terusik bahkan terganggu dengan munculnya pembangunan yang mengedepankan industrialisasi yang berwajah garang dan angkuh. Lagu yang cukup baik merepresentasikan tema ini adalah ‘Surat dari Paman di Desa’ yang dirilis pada tahun 1981. Lagu ini menggambarkan bagaimana orang-orang desa tanahnya digusur demi kepentingan pemodal yang ingin membangun pabrik-pabrik. Selain itu Iwan Fals lewat lagu-lagu lainnya juga mengritik secara keras pencemaran dan peruskan  lingkungan yang dilakukan oleh pihak swasta dalam mengembangkan usaha-usahanya mengeksploitasi sumber daya alam di daerah-daerah. Tak lupa juga Iwan Fals mendeskripsikan kondisi kelompok-kelompok minoritas yang masih hidup dengan hukum-hukum adat yang kini tergerus hidupnya demi pembangunan yang mengedepankan kepentingan asing.

Kritik sosial selanjutnya adalah mengenai permasalahan sosial seperti bencana alam dan kemanusiaan sebesar 12,7 %. Dalam tema bencana alam dan kemanusiaan ini, Iwan Fals terpanggil nuraninya saat melihat kejadiaan-kejadiaan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dalam jumlah besar, seperti bencana alam, peperangan, dan juga kecelakaan. Iwan Fals menjelaskan susana kemanusiaan yang terkoyak oleh besarnya jumlah manusia yang mati karena kejadian-kejadian tersebut. Dalam konteks tahun itu, Iwan memotret persitiwa lokal dan internasional, salah satu lagu yang populer hingga kini adalah ‘Ethiopia’ yang dirilis pada tahun 1986. Pada lagu tersebut, Iwan menyampaikan pesan bahwa di belahan bumi yang lain, masih ada bencana kelaparan yang akut. Dalam menyampaikan pesan tersebut, Iwan menjelaskannya dengan ironi, karena dibelahan yang lain para pemimpin bangsa-bangsa hanya bersidang dibalik meja tanpa menghiraukan penderitaan mereka.

Tema yang terakhir adalah lagu-lagu dengan tema penyimpangan sosial yaitu sebesar 9,1 %. Dalam beberapa album Iwan mencoba menjelaskan beberapa kasus-kasus penyimpangan sosial yang terjadi pada masyarakat, khususnya masyarakat bawah dalam perspektif yang berbeda. Iwan misalnya dalam lagu ‘Lonteku’ yang dirilis pada tahun 1986. Dalam lagu tersebut dijelaskan bagaimana seorang lonte ternyata memiliki kebaikan hati untuk menolong orang yang sedang mengalami kesusahan. Dengan lagu ini, Iwan mencoba menghilangkan ‘label’ buruk pada kelompok lonte yang sesungguhnya bekerja pada bidang itu karena faktor-faktor eksternal yang tak mampu mereka lawan.

 


[1] Mannheim., hal 279.


[1] Emil Durkheim, The Elementary Form of Religious Life

[2] McNair, Brian. 2002. The Sociology of Jurnalism. London: Arnold.


Responses

  1. ,iwan fals is the best,
    iwan fals idola ku
    iwan fals lagu nx saya suka semuah
    saya suka agu yang tentang poitik

    • saya suka lagu yang tentang politik, sosial ,
      lagu cinta mah tidak suka


Leave a comment

Categories