Posted by: yudomahendro | September 7, 2011

Sekelumit Tentang Cinta

Dalam perjalananya, manusia jika masih diberikan kesempatan untuk menginjak masa dewasa, sudah dapat dipastikan akan mengalami masa ketertarikan dengan lawan jenis. Hal ini merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dibajibkan oleh agama (Islam), karena itu merupakan sarana mencari ketengan jiwa, dan juga ajang untuk melanjutkan kehidupan manusia di muka bumi. Dua alasan itu, jika kita pahami memiliki dua level; pertama adalah level fitrah individual, yang memang merupakan kebutuhan melekat yang memang tidak bisa dipisahkan dari eksistensi manusia. Sedangkan yang kedua, memiliki level yang lebih luas, yaitu ajang melanjutkan esksitensi manusia bukan hanya secar fisik, namun juga secara kultural dan ideologis.

Namun tidak sesedarhana itu kita memaknai relasi antara laki-laki dan perempuan yang bisanya disebut cinta itu. Bagi sebagain besar laki-laki, agak rumit untuk menjelaskan definisi cinta, maupun menjelaskan ekspresi cintanya, khususnya bagi yang masih awam. Tetapi hal ini menjadi penting dibahas ketika kita mencoba mencari tujuan pertama dari relasi itu; ketenangan jiwa. Karena, sudah menjadi rahasia umum, definis dan ekspresi cinta yang keliru akan menyebabkan kesalahan yang besar dan berdampak merusak dikemudian hari. Oleh karennya, penting disini untuk mencari definisi cinta. Secara sederhana, cinta dapat dimaknai sebagai rasa ketertarikan seseorang kepada sesuatu yang dalam, karena adanya elemen-elemen yang menarik perhatian di suatu objek. Dengan demikian, kata cinta, bukan hanya untuk menyebutkan ketertarikan sesorang dengan lawan jenisnya, namun juga oleh objek yang lain. Di dalam Islam, kata Hubud (cinta) juga dapat dikontekskan dengan benda, seperti cinta dunia (hubbud dunia) atau bagi para aktifis kampus, dikenal juga komunitas pen-cinta alam. Jika kita kerucutkan definisi cinta dalam relasi manusia dengan manusia, ketertarikan itu dapat muncul dari elemen fisik (ketampanan, kecantikan, kekekaran, dll), ataupun secara material (seperti kekayaan, kemegahan, kesederhanaan, dll), secara sosial (seperti keturunan, popularitas, tingkat pendidikan, luwes, pendiam dll) dan yang tak kalah juga adalah secara spiritual, (seperti, kesalehan, keimanan, ketawadhuan, dll). dari sekian banyak faktor itu, tentunya setiap orang akan memiliki standarisasi yang berbeda, tergantung faktor mana yang kita anggap penting dalam kehidupan ini. Penting untuk dikutip sebuah nash agama (hadist nabi) yang intinya mengatakan jodoh orang baik merupakan orang baik juga. Jika kita kembalikan kepada penjelasan sebelumnya, bahwa standar ketertarikan setiap orang berbeda tentunya, standar baik pun juga berbeda, sehingga secara sosiologis akan terbukti bahwa memang setiap manusia memiliki kecendrungan untuk memilih jodohnya berdasarakan standarisasi nilai tersebut. Inilah yang menjadi kata kunci, kesamaan nilai itulah yang akan membangun rasa tenang dalam jiwa, karena dapat difasilitasi untuk berbagi (share) pendapat dan pengalaman tentang yang mereka anggap penting.

Dari uraian tersebut, faktor kesamaan nilai-lah yang membuat sesorang bisa mencintai seseorang dalam waktu yang lama. Karena kesamaan cara pandang, atau prinsip hidup suatu pasangan mutlak diperlukan untuk menjalankan kehidupan secara bersama. Walaupun tidak bisa dipungkiri, akan ada perbedaan cara pandang tentang berbagai masalah yang ada, namun itulah fase dialektika yang perlu dilalui oleh setiap pasangan untuk saling memahami dan melebur perbedaan yang ada untuk mencapai tujuan yang sama. Namun harus diwaspadai, kecendrungan relasi percintaan itu kerap melampaui batas kultural, terutama dalam era kekinian yang serba cepat dan terbuka. Arus utama, relasi percintaan, terutama bagi para remaja, kerap jatuh pada hubungan yang bertujuan untuk memuaskan kepentingan fisik, dan sering diakhiri dengan seks di luar nikah. Ini akan menjadi masalah besar, terutama bagi kita yang hidup di negara Timur yang masih memegang nilai tradisi dan agama yang kuat. Bagi mereka yang telah berhubungan seks diluar nikah, apalagi sampai melahirkan anak, tentunya sedikit banyak akan mengalami keterasingan di lingkungan sekitar.

Selain itu, pening juga untuk mengetahui sejauh mana nilai tersebut akan membawa kepada ketenang jiwa. Olehkarenanya, kita perlu membedakan definisi kesenangan dengan kebahagiaan. Karena ketenangan jiwa identik dengan kedua kata tersebut. Karena tidak bisa dipungkiri ada ketentangan jiwa yang bersifat temporer atau cenderung kepada nafsu semata. Dengan demikian, disini akan dibedakan antara senang dan bahagia. Senang, secara sederana dapat dibedakan dari tingkat pengukurannya, kesenangan bisanya berada pada level material yang dapat diukur dengan uang, sedangkan bahagia berada pada level yang lebih tinggi melampaui ruang material dan tentunya tidak dapat diukur dan ditukar dengan uang. Sehingga dengan demikian, setiap sesuatu yang material dan dapat ditukar dengan uang tentunya hanya bersifat sementara. Dari situ, bagi insan yang berfikir tentunya tidak akan mendasarkan hubungannya dengan lawan jenisnya hanya pada tataran material, apalagi uang, tentunya ia akan memilih jalan kebahagian yaitu jalan spiritual, yang sudah dijamin oleh agamanya. Apalagi bukti empiris tentang kelanggangan relasi sesorang yang didasarkan kepada nilai-nilai material dan uang sudah dapat dipastikan tidak akan berjalan lama dan langgeng.

Titik fokus kepada jalan kebahagian, akan berlangsung dengan baik jika kita memahami maksud dari Tuhan menciptakan cinta pada umat manusia yang kedua; melanjutkan kehidupan manusia. Bahwa ini bukan tujuan main-main, karena ini melibatkan orang banyak di kemudian hari. Sadar atau tidak, penting atau tidak, untuk kita, rasa cinta antar sesama manusia sudah selayaknya, berujung pada pernikahan yang didalamnya hubungan seksual telah dilegalkan secara agama. Dari dua pasang pecinta itulah akan hadir generasi baru, yang memiliki potensi untuk menggantikan peran-peran generasi sebelumnya di dunia. Oleh karennaya, menikah bukan hanya proyek dua orang, namun ini adalah proyek peradaban. Karena dari situ, transfer nilai dan tradisi akan berlangsung. sedikit banyaknya wajah dunia ini kedepan akan ditentukan oleh proses cinta dari dua sejoli yang terbingkai dalam rumah tangga.

Dari diskusi ini, hal utama yang ingin disampaikan adalah bahwa cinta, pecinta, dan percintaan adalah merupakan suatu yang lumrah dan wajar di dunia ini. tetapi jarang sekali, proses cinta itu dinggap sebagai suatu yang sangat penting untuk dipikirkan secara mendalam. Sangat sayang sekali jika kita jatuh pada lembah kenistaan dengan membawa nama cinta yang sesungguhnya suci dan indah. Dengan begitu, diperlukan kecerdasan membaca diri, terutama tentang tujuan kita hidup di dunia ini, jangan sampai karena kecerobohan dan dan kelalaian diri, kelak kita akan menjadi orang yang hidup dengan rasa penyesalan yang dalam. Selamat bercinta dan mencintai denga wajar dan selamat, yang tentunya bermuara kepada kebahagian (dunia dan akhirat), amin..


Leave a comment

Categories